Sosio Yustisia: Jurnal Hukum dan Perubahan Sosial https://jurnalpps.uinsby.ac.id/index.php/sosioyustisia <p><strong>Sosio Yustisia : Jurnal Hukum dan Perubahan Sosial </strong></p> <p>Welcome to the official website of Sosio Yustisia. With a great concern for spreading knowledge of the legal systems in Indonesia to the broader communities, especially academics and legal practitioners, this website provides freely available journal articles.</p> <p><span class="VIiyi" lang="en"><span class="JLqJ4b ChMk0b" data-language-for-alternatives="en" data-language-to-translate-into="id" data-phrase-index="2">E-ISSN <a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/1616643889" target="_blank" rel="noopener">2776-3323</a></span></span></p> <p><span class="VIiyi" lang="en"><span class="JLqJ4b ChMk0b" data-language-for-alternatives="en" data-language-to-translate-into="id" data-phrase-index="2">P-ISSN <a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/20210421431197604" target="_blank" rel="noopener">2776-4540</a></span></span></p> Magister Hukum Tata Negara Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya en-US Sosio Yustisia: Jurnal Hukum dan Perubahan Sosial 2776-4540 Quo Vadis Eksistensi Komisi Yudisial Sebagai Majelis Kehormatan Mahkamah Kostitusi Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 56/PUU-XX/2022 https://jurnalpps.uinsby.ac.id/index.php/sosioyustisia/article/view/363 <p><em>Komisi Yudisial dibentuk sebagai konsekuensi politik hukum untuk membangun sistem check and balances dalam struktur kekuasaan kehakiman.namun eksistensi Komisi Yudisial sebagai pengawas kode etik dan perilaku hakim berubah setelah munculnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006 dimana Hakim Konstitusi bukan bagian dari hakim yang dapat diawasi oleh Komisi Yudisial. saat ini pengawasan perilaku dan etika hakim Mahkamah Konstitusi dilakukan secara internal oleh badan yang yang disebut Majelis kehormatan Mahkamah Konstitusi yang bertugas untuk menegakkan kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi. Penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 56/PUU-XX/2022, Mahhkamah Konstitusi menolak keterlibatan Komisi Yudisial dalam hal apapun yang berkaitan dengan tugas dan fungsi dari hakim Mahkamah Konstitusi.</em></p> Ernawati Huroiroh Wahidur Roychan Copyright (c) 2023 Ernawati Huroiroh, Wahidur Roychan https://creativecommons.org/licenses/by/4.0 2023-11-08 2023-11-08 3 2 137 158 10.15642/sosyus.v3i2.363 Polemik Pengesahan Rancang Undang-Undang Perampasan Aset di Indonesia https://jurnalpps.uinsby.ac.id/index.php/sosioyustisia/article/view/416 <p><em>Berangkat dari Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset yang tak kunjung disahkan menjadi tanda tanya besar apa sebenarnya yang diinginkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Melihat DPR yang tutup mata akan kondisi korupsi yang semakin parah dengan tidak segera mengesahkan RUU Perampasan Aset menimbulkan pertanyaan apakah DPR sudah lupkan akan tugas pokok dan fungsinya. Jurnal ini kan menguak polemik tidak kunjung disahkannya RUU Perampasan Aset menjadi Undang-Undang. Penelitian ini merupakan penelitian kalitatif yang mendeskripsikan fenomena proses panjang pembahasan RUU Perampasan Aset. Data dalam penelitian ini diperoleh dari buku dan jurnal serta beberapa pernyataan yang dimuat di surat kabar. Penelitian ini menyimpulkan bahwa RUU Perampasan aset urgen untuk segera disahkan mengingat indeks korupsi yang semakin parah. Kemudian masalah tidak ditemukan dalam muatan materi RUU Perampasan Aset, melainkan pada anggota DPR yang merasa terancam dengan adanya RUU. Oleh karenanya RUU Tersebut tidak segera disahkan dan menjadikan anggota DPR melupakan tuugas pokok dan fungsi serta sumpah-sumpah mereka.</em></p> M Ainun Najib Copyright (c) 2023 M Ainun Najib Najib https://creativecommons.org/licenses/by/4.0 2023-11-23 2023-11-23 3 2 159 175 10.15642/sosyus.v3i2.416 Urgensi Asas Ketuhanan Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan https://jurnalpps.uinsby.ac.id/index.php/sosioyustisia/article/view/362 <p>Pasal 6 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan perundang-undangan menyatakan bahwa setiap materi yang ada dalam peraturan.perundang-undangan harus memuat dan mencerminkan asas pengayoman, kemanusiaan, bhineka tunggal ika dan seterusnya, akan tetapi jika selain asas yang ada dalam pasal 6 ayat (1) tersebut maka bisa berisi dengan asas yang lainnya sesuai dengan kebutuhan hukum yang diperlukan pada Pasal 6 ayat (1) tidak ada <em>“Asas Ketuhanan”</em>. Padahal nilai ketuhanan menempati urutan pertama dan menjadi rujukan utama dari dasar nilai-nilai yang ada dalam Negara Indonesia.&nbsp; Tidak adanya asas ketuhanan dalam.Pasal .6 ayat (1) Undang-undang. Nomor. 12 Tahun.2011 menjadi salah satu problem. Sehingga memunculkan pertanyaan, bagaimana urgensi dari asas ketuhanan dalam undang-undang Nomor 12 Tahun 2011, serta bagaimana implikasi dari asas ketuhanan dalam undang-undang nomor 12 tahun 2011 tersebut dalam perspektif hukum di Indonesia, penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dan menggunakan pendekatan perundang-undangan. Pencantuman asas Ketuhanan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 adalah sebuah usaha untuk menjaga dan mempertahankan eksistensi nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila dan UUD 1945 agar tetap terimplementasikan dalam berbagai produk peraturan perundang-undangan, Fakta kekosongan UU No. 12 Tahun 2011 dari asas Ketuhanan sangat potensial menumbuhkan beragam faham yang yang bebas dari nilai Ketuhanan baik <em>sektarianisme</em> maupun <em>fundamentalisme </em>yang sangat mengancam eksistensi Pancasila sebagai dasar Negara. Negara mengakui peran agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara karena agama diakui telah memberikan kontribusinya yang besar dalam perjuangan kemerdekaan.</p> Musleh Amilia Rizqi Nur Rosyidah Umar Faruq M. Saedi Copyright (c) 2023 Musleh, Amilia Rizqi Nur Rosyidah, Umar Faruq, M. Saedi https://creativecommons.org/licenses/by/4.0 2023-11-30 2023-11-30 3 2 176 198 10.15642/sosyus.v3i2.362 Peran Mahkamah Konstitusi Sebagai Pelaku Sistem Kekuasaan Kehakiman di Indonesia https://jurnalpps.uinsby.ac.id/index.php/sosioyustisia/article/view/516 <p><em>The Constitutional Court is one of the highest state institutions in Indonesia as an actor in the judiciary along with the Supreme Court. The Constitutional Court has the authority to examine, examine, and decide on laws deemed to be contrary to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. Therefore, decisions from the Constitutional Court are final and binding in that there are no other legal remedies. In order to review the law against the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, both formal and material tests can be carried out. Based on this, this research will provide a new reflection on how the Constitutional Court enforces the law and provides constitutional protection to every citizen in accordance with the legal basis in Indonesia. This study uses a normative juridical approach and materials taken through literature studies. The aim of this research is to find out about the Constitutional Court and the Judicial Power System in Indonesia. Through descriptive analysis, the author then collects reading sources through relevant laws, books and journals. Then, the literature material is processed using an inductive method where the researcher examines and draws conclusions from a case. From the results of this research, it turns out that the Constitutional Court is not only an actor of judicial power but also a protector of citizens' constitutional rights so that they are not violated.</em></p> Suci Wulandari Pingkan Utari Fergio Rizkya Refin Moh. Bagus Akhmad Fandik Amim Thobary Copyright (c) 2023 Suci Wulandari, Pingkan Utari, Fergio Rizkya Refin, Moh. Bagus, Akhmad Fandik, Amim Thobary https://creativecommons.org/licenses/by/4.0 2023-11-30 2023-11-30 3 2 199 222 10.15642/sosyus.v3i2.516 Problematika Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Pelarangan Pencatatan Nikah Beda Agama Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia https://jurnalpps.uinsby.ac.id/index.php/sosioyustisia/article/view/550 <p><em>The Supreme Court of the Republic of Indonesia issued a Supreme Court Circular Letter (SEMA) Number 2 of 2023 concerning the Prohibition of Registration of Interfaith Marriages. However, the rules reap the pros and cons. Various international agreements on civil, political, economic, social and cultural rights as well as conventions on the elimination of discrimination against women have given men and women the right and freedom to marry without any religious restrictions. The purpose of this writing will be to answer the formulation of the problem, namely to find out the complexity of recording interfaith marriages from a human rights perspective with material for analysis of the Supreme Court Circular Letter Number 2 of 2023. The research method in this paper uses normative law with a statutory and conceptual approach. The results of the research show that there is SEMA No. 2 of 2023 guided by the Marriage Law No. 1 of 1974 (Marriage Law) which has a standard that regulates the complete rejection of the legality of marriage for all religions and beliefs. Even though these various international conventions are contradictory, it needs to be understood that Indonesia has rules regarding marriage which are contained in Law Number 1 of 1974 which should be the main legal rule (lex specialist) in its implementation. Meanwhile, the rules or norms contained in international conventions conflict with Law Number 1 of 1974. Therefore there is no legal problem with the existence of Law No. 1 of 1974 is different from the Universal Declaration of Human Rights as a fundamental instrument of human rights.</em></p> Muhammad Habiburrahman Moh. Maskur Aini Shalihah Copyright (c) 2023 Muhammad Habiburrahman, Moh. Maskur, Aini Shalihah https://creativecommons.org/licenses/by/4.0 2023-11-30 2023-11-30 3 2 223 241 10.15642/sosyus.v3i2.550 Reformasi Marwah MK Melalui Pengembalian Pengawas Eksternal Hakim Konstitusi https://jurnalpps.uinsby.ac.id/index.php/sosioyustisia/article/view/522 <p>Tulisan ini bertujuan untuk menelaah reformasi marwah Mahkamah Konstitusi melalui pengembalian pengawas eksternal hakim konstitusi. Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang dijadikan pilar oleh masyarakat sebagai media untuk menyelesaikan sengketa ketatanegaraan serta sebagai penjaga supremasi konstitusi, secara otomatis memiliki marwah yang luar biasa. Dengan eksistensi marwah luar biasa yang dimilikinya, akan membuat masyarakat segan dan percaya terhadap segala tindakan yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Namun, keberadaan marwah Mahkamah Konstitusi mengalami kemerosotan atau kepudaran dalam beberapa tahun ke belakang. Hal tersebut dikarenakan sejumlah faktor, salah satunya yaitu akibat putusan kontroversial yang dikeluarkan oleh hakim konstitusi. Baru-baru ini Mahkamah Konstitusi menjalankan kewenangan yang dimilikinya, dengan melakukan <em>judicial review </em>terkait batas usia capres dan cawapres. Di mana dalam menanggapi permohonan tersebut, hakim konstitusi dianggap inkonsistensi dalam memberikan putusannya dan berakibat pada munculnya berbagai polemik. Oleh sebab itu, diperlukan upaya pemulihan marwah Mahkamah Konstitusi dengan mengembalikan wewenang Komisi Yudisial sebagai lembaga pengawas eksternal hakim konstitusi.</p> Luluk Imro’atus Sholikah Nabela Setyawati Lutfi Firahayu Copyright (c) 2023 Luluk Imro’atus Sholikah, Nabela Setyawati, Lutfi Firahayu https://creativecommons.org/licenses/by/4.0 2023-11-30 2023-11-30 3 2 242 279 10.15642/sosyus.v3i2.522 Problematika dan Upaya Perwujudan Demokratisasi Kelembagaan Internal Partai Politik https://jurnalpps.uinsby.ac.id/index.php/sosioyustisia/article/view/542 <p>Partai politik memiliki peran krusial dalam mewujudkan sistem politik demokratis sebagai lembaga perwakilan rakyat, partai politik tidak hanya menjadi penentu arah kebijakan publik, tetapi juga cermin dari esensi demokrasi itu sendiri. Meskipun partai politik secara konseptual mewakili pluralitas opini dan aspirasi masyarakat, namun pada kenyataannya, tidak jarang partai politik menghadapi tantangan dalam mewujudkan demokrasi di dalam struktur dan kelembagaannya sendiri. Fenomena ini menjadi semakin kritis di tengah dinamika politik dan sosial kontemporer. Kendala-kendala seperti ketidaktransparan dalam pemilihan kepemimpinan partai, minimnya partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan, dan kurangnya akuntabilitas dalam manajemen internal, seringkali menciptakan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap partai politik. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat problematika dari kondisi rekrutmen dan ketidakdemokratisan parpol dalam membatasi masa jabatan ketua umumnya, terdapat perbedaan dengan negara lain dalam pembatasan ketua umum partai politik, serta terdapatnya upaya hukum dalam rangka mewujudkan demokratisasi partai politik.</p> Agung Tri Wicaksono Copyright (c) 2023 Agung Tri Wicaksono https://creativecommons.org/licenses/by/4.0 2023-11-30 2023-11-30 3 2 280 296 10.15642/sosyus.v3i2.542